Jadi, Saudara, apa yang harus aku lakukan sekarang? Ketika mimpi terbesar dalam hidupku sudah tercawang, hijau. Bak balok cokelat terkeras yang berhasil kupatahkan, kubiarkan meleleh hangat dalam faringku.
Apa yang akan aku lamunkan saat subuh, saat aku enggan bangkit dari tidurku, saat aku menatap kosong lewat jendela mobil, kelas dan bus?
Inovasi struktural bagaimana yang akan kuterapkan dalam kerangka juta inginku?
Mungkin, jawabnya ada di dalam kelompok kecil dan besar huruf-huruf yang bergandengan, main sakura-sakura di sini ada pesta.
Mungkin jawabnya ada padamu.
***
Sabtu, 31 Maret 2012
Pagi ini matahari tidak mampir membangunkanku. Otomatis aku terlambat untuk online messenger. Bukan salah si alarm, dia tanpa lelah selalu membangunkanku tiap pagi tepat pukul 6 bahkan kadang lebih pagi. Akunya saja yang tidak pernah menghiraukan kerja kerasnya.
Bercakap-cakap dengan Nyanya di messenger memang sebuah kegiatan yang tidak bisa dipungkiri kedahsyatan efeknya. Dari sedih sampai tertawa hebat, dari takut sampai bagaikan terayun-ayun di sebuah ayunan rumah yang indah.
Aku gugup, kaku dan kelu. Kombinasi pakaian yang aku kenakan sangat konyol dan bodoh. Bahkan anak TK pun akan bilang begitu. Tapi aku tidak begitu peduli, yang penting koperku bisa tertutup. Mungkin ide membawa dress polar ungu favoritku adalah sebuah kesalahan.
Bandara Charleroi terlihat gagah berpadu dengan langit keseharian Belgia, abu.
Visaku diperiksa oleh seorang petugas wanita yang kebetulan berkebangsaan Indonesia.
"Dari Surabaya?"
"Oui"
"Tinggal di mana?"
"Ng? à Chapon Seraing, Verlaine si vous voulez"
Koordinasi otakku memang payah dalam urusan penggantian modul bahasa.
"Terima kasih ya"
Anehnya, di sini, harga-harga produk di bandara justru lebih murah. Kebalikan dengan di Indonesia, harga Cadbury mini yang aslinya 7000 rupiah bisa jadi berlipat ganda. Mungkin karena toko di bandara Belgia umpamanya adalah sebuah kapal feri, tidak usah bayar pajak ke pemkot.
Gerbang 18, 13.20. Charleroi-Volos. Koperku tidak cukup masuk ke kerangka batasan kabin Ryan Air. Panik. Bahkan dua petugas yang telah menunjukku, entah kenapa bukannya penumpang lain, tidak ada yang membantuku. Untungnya dengan susah payah akhirnya koperku bisa masuk. Lolos.
Sistem tempat duduknya seperti Air Asia, siapa cepat dia dapat. Aku duduk di sebelah Sim-sim, Sara dengan Eric. Tiga setengah jam perjalanan aku habiskan dengan menonton anak-anak kecil yang berlarian, bahkan berciuman. Lucu sekali.
Aku habiskan dengan menghitung berapa jumlah noda di papan petunjuk keselamatan di depanku, kalau tidak salah sekitar 173.
Bodohnya, aku tidak membawa novel sama sekali, karena awalnya aku berpikir aku akan fokus 100 persen tanpa buku.
Sudah sampai ! Matahari terik mengiringi para penumpangyang bertepuk tangan. Oke, mari kita mulai liburan ini. Hatiku goncang, mau retak dan menyembur saking hebatnya. Begitu kakiku selesai meniti anak tangga terakhir, aku melompat-lompat layaknya kelinci melihat musim semi. Senyum yang tidak bisa diminimalisir tekanan dan lebarnya. Keluargaku hanya geleng-geleng dan tersenyum.
Kami menyewa sebuah mobil sedan biru metalik Hertz. Kota Volos memang bukan untuk turis, pukul 5 kami berjalan-jalan di pantai dan dermaga. Banyak perahu-perahu milik penduduk dengan beraneka warna dan nama, terpakir rapi melingkari dermaga.
Lumayan, tapi pengelolaan areanya seperti Kenjeran.
Kami menginap di sebuah hotel depan pantai, hanya kami seorang karena sekarang di Yunani belum musim liburan. Aku sekamar dengan Sara.
Setelah tidur sebentar, malamnya kami makan di sebuah restoran berlambang kepala Zeus.
Boleh juga. Seperti biasa menu pembukanya Salad ala Yunani, dengan feta persegi di atasnya.
Feta adalah keju dari susu kambing yang diberi minyak zaitun.
Malam itu entah aku mimpi apa, kalau tidak salah tidak bermimpi.
:)
***
Foto-fotonya di facebook aja..
Lol pengelolaan nya mirip kenjeran? Haha selamat ppis sayang, a dream come true <3
RépondreSupprimer